Add caption |
AWEIDA-News- Kalangan mahasiswa/i asal papua di berbagai kota studi itu, mereka selalu berdiskusi hal-hal yang kurang
bermanfaat untuk menjadi pemimpin pada suatu kelak. Pada hal tujuan utama kami
untuk mengfokuskan diri dalam pendidikan formal sekarang ini, sebelum mencapai tujuan yang kita hendak ditempu, karena nantinya akan menduduki
jabatan yang kita impikan sebelumnya.
Untuk menduduki suatu jabatan atau kekuasaan tentu butuh ilmu melalui
pendidikan formal. Pendidikan formal yang menjadi peran terpenting bagi
mahasiswa papua, semestinya. Pendidikan formal harus diprioritaskan terlebih dahulu,katanya. Kita datang untuk belajar pendidikan formal melalui mata kulaih yang diajarkan oleh dosen selama ini, bukan saatnya mencari pengalaman sesaat. Ada
waktunya untuk belajar pengalaman organisasi sebelum mendapatkan apa yang
menjadi target kita pada suatu kelak. Dan saat ini, kita menimba ilmu, membekali potensi dan
menguasai bidang kami masing-masing. Ada waktunya saling mentrasformasikan ilmu
kepada sesama melalui organisasi suatu saat nanti.
Akhirnya, kebiasaan diskusi nonsen menghabiskan waktu berlarut-larut
dalam pengalaman organisasi sosial itu menyebut diri kita mahasiswa abadi.
Mahasiswa abadi disebabkan ketidakpatuan pada aturan yang ada pada
lembaga intitusi pendidikan yang kita tekuni saat ini. Dan kami juga perlu introspeksi diri hal itu, dalam proses pendidikan selama ini.
Targetkan waktu pendidikan yang kurang dimanfaatkan kami sendiri membuat
pendidikan bertahun-tahun di Kota studi. Pada hal orangtua kami mengorbankan
tenaga dan dana yang lebih besar untuk pendidikan bagi kami.
Namun hasil usaha dengan keringat dari orangtua itu kami menganggap itu sebagai
sumber pendapatan yang tak pernah terbatas. Pada hal orangtua kami mengharapkan studi harus terselesaikan secepatnya. Kasihan mereka di Tanah papua, setiap hari bekerja untuk kita dengan pengorbanan yang cukup menghabiskan energi. Dan daya
upaya mereka yang luar biasa tetapi kami tidak pernah terpikirkan hal itu.
Untuk menjadi pertanyaan bagi kita semua, Kapankah kita akan membalas
hasil keringat orangtua selama ini ?
Bagi saya, malas ikut-ikutan organisasi sosial yang justru menghambat
perjuangan studi saya. Saya bersedia ikut-ikutan mencari pengalaman, bila
pengalamanan organisasinya lebih mengarah penentuan nasib sendiri atau
persoalan ideologi yang masih harus diperjuangkan. Cukuplah dengan pengalaman dari kegiatan UKM dari kampus dan tambahan kegiatan keaktifan dari Gereja sambil menjalani pendidikan
formal di tanah rantau.
Sebaiknya, membubarkan wadah sosial dari pemerintah yang ada disetiap kota
studi diluar papua itu. Tidak ada manfaatnya justru belajar cara berkorupsi waktu, uang dan tenaga. Dan melalui pengalaman itu, sering terjadi korupsi bantuan
dana dari pemerintah sehingga saling berpolitisasi konyal melalui pengalaman organisasi yang ada. Aneh, tidak ada manusia yang benar-benar belajar dalam pendidikan formal
selama kehidupan kalangan mahasiswa papua disetiap kota studi luar papua.
Belajar untuk memikirkan hal-hal yang inovatif, kreatif dan rasional, bukan
belajar yang bersifat kebiasaan kenak-kananakan dengan saling memprovokasi
sesama seperjuang dan senasib di Tanah rantau.
Mahasiswa papua semestinya berubah manset berfikir dan tindakan penerapannya selama ini. Kita adalah harapan masa depan tanah papua, namun
melihatnya selama ini, kita dijajah dari setiap sektor yang ada diseluruh wilayah tanah papua. Siapa yang bersalah? kalau kita juga belum memiliki potensi bidangnya. Karena
lemahnya pendidikan formal yang menjadi persoalan tersendiri selama ini, sehingga kembali ke Tanah Air juga menjadi tukan kebun. Mohon maaf bila ada yang berkeberatan dengan konsep diatas ini, karena
suatu kenyataan akan kita merasakan dan mengalaminya sebagai mahasiswa papua
yang mempunyai paru-paru dunia di Tanah Papua. (AWEIDA)
Disposkan: AWEIDA-News