AWEIDA-News,
Kita semua mengendaki kerukunan hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
namun sikap para kapitalis, imprealis dan kolonialis masih menerapkan diskriminasi
rasial terhadap kaum minoritas yang menginginkan kebebasan hidup. Tak
seorangpun yang memiliki jiwa nasionalisme, dan sosial demi membangun pembaharuan hidup bangsa
dan negara, namun yang terus terjadi adalah tindakan diskriminasi rasial dan penistaan agama sehingga negara ini hidup pada ketidakkonsistenan dan ketidakstabilan.
Selama diskriminasi rasial dan penistaan agama masih menimpa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita tidak semestinya mengatakan harga mati dan harga hidup demi kepentingan tententu. Sebab harga mati dan harga hidup dalam suatu kepemimpinan bukanlah menjadi jaminan untuk mempertahankan kedaulatan negara. Namun, kita semua memerhatikan pada nilai-nilai kemanusiaan sesaui dengan perbedaan ideologi negara masing-masing yang kami anutnya. Kemungkinan golongan tertentu yang memperalatkan kepada rakyatanya demi kepentingan individual. Dan pemangku pentingan negara membiarkan sekelompok orang untuk melakukan tindakan diskriminasi, penistaan agama dan tindakan korupsi yang meramba demi kepentingan para politisir. Tentunya rakyat membutuhkan hidup rukun dan damai dalam konteks kehidupan demokrasi, bila negara mampu menjamin pengayoman terhadap sebagian rumpun yang masih mengalami diskriminasi rasial, penistaan agama, dan pelanggaran HAM dalam konteks berbangsa dan bernegara
Kita tidak suka pada sikap diskriminasi rasial dan penistaan agama terhadap sesama manusia yang hidup dalam sistem demokrasi. Diskriminasi rasial dan penistaan agama sering terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena bermula dari perbedaan ras, agama dan beraneka ragam bahasa dalam kehidupan demokrasi. Yang lebih banyak bersikap diskriminasi rasial adalah mereka yang telah mengenali proses pendidikan, mulai dari taman kanan-kanan (TK) hingga Doktor, profesor. Pada hal diskriminasi rasial dan penistaan agama hanya dapat dipikirkan dan diterapkan oleh mereka yang belum berpendidikan (primitif).
Dalam kehidupan masyarakat Indoneisia yang beraneka ragam suku bangsa, agama, budaya dan bahasa yang bervariasi terus berpandangan diskriminatif ini sangatlah berbahaya bagi negara Indonesia yang menganut system demokrasi. Tentu sikap diskriminasi dan penistaan agama terhadap kaum minoritas ini sangatlah tidak baik dan tentunya akan menimbulkan perpecahan ikatan bangsa pada suku bangsa yang lain. Apa lagi sikap diskriminatif dan penistaan agama yang akan menghalangi proses asimilasi antar suku bangsa yang sangat mutlak dan lumrah terjadi di Indonesia yang mempunyai beragam ras dan suku bangsa, dan agama.
Kita sudah mengetahui dari berbagai sumber kebenaran sudah diilhamkan bahwa, manusia adalah ciptaan Tuhan yang sempurna dan unik, tanpa memandang sebagian ciptaan itu dipandang primitif, dihinakan, dan dikucilkan sesama manusia ciptaan yang mulia. Orang yang selalu berfikir nilai-nilai humanisme dan berprinsip pada jiwa sosial adalah mereka telah memahami makna hidup sesunggunya dari sumber kebenaran. Sebagimana landasan UUD yang terisi pada Ketuhanan Yang Maha Kuasa.
Biarlah mereka yang selalu berpikir wawasan sosialisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mereka terus dipuji dan dihormati oleh sesama manusia yang hidup di bumi. Jika kita bersikap diskriminasi rasial dan penistaan agama terus diterapkan dalam kehidupan sistem demokrasi, tentu akan berdampak buruk sesama warga negara. Tak ada pandangan diskriminasi rasial, penistaan agama dalam segala usaha, sebab diskriminasi rasial dan penistaan agama kemungkinan akan terjadi disentegasi bangsa dalam kehidupan negara yang menganut sistem demokrasi saat ini.
Yang dimiliki adalah jiwa sosialisme yang dapat menciptakan kedamaian dan kerukunan hidup antar umat bergama, integrasi perbedaan ras, dan kebebasan hidup bagi setiap suku dan bangsa yang hidup diatas negerinya masing-masing. Tak seorangpun yang dapat mengubahkan tatanan hidup rukun dan damai diantara perbedaan ras, agama, bahasa dan wilayah dalam konteks kehidupan demokrasi. Oleh karenanya, masyarakat majemuk yang hidup dibawa sistem demokrasi wajib memiliki jiwa sosial yang memerhatikan kehidupan manusia yang mengalami krisis kemanusiaan.
By: Awimee Gobai (Pecinta Alam Papua)
Selama diskriminasi rasial dan penistaan agama masih menimpa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita tidak semestinya mengatakan harga mati dan harga hidup demi kepentingan tententu. Sebab harga mati dan harga hidup dalam suatu kepemimpinan bukanlah menjadi jaminan untuk mempertahankan kedaulatan negara. Namun, kita semua memerhatikan pada nilai-nilai kemanusiaan sesaui dengan perbedaan ideologi negara masing-masing yang kami anutnya. Kemungkinan golongan tertentu yang memperalatkan kepada rakyatanya demi kepentingan individual. Dan pemangku pentingan negara membiarkan sekelompok orang untuk melakukan tindakan diskriminasi, penistaan agama dan tindakan korupsi yang meramba demi kepentingan para politisir. Tentunya rakyat membutuhkan hidup rukun dan damai dalam konteks kehidupan demokrasi, bila negara mampu menjamin pengayoman terhadap sebagian rumpun yang masih mengalami diskriminasi rasial, penistaan agama, dan pelanggaran HAM dalam konteks berbangsa dan bernegara
Kita tidak suka pada sikap diskriminasi rasial dan penistaan agama terhadap sesama manusia yang hidup dalam sistem demokrasi. Diskriminasi rasial dan penistaan agama sering terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena bermula dari perbedaan ras, agama dan beraneka ragam bahasa dalam kehidupan demokrasi. Yang lebih banyak bersikap diskriminasi rasial adalah mereka yang telah mengenali proses pendidikan, mulai dari taman kanan-kanan (TK) hingga Doktor, profesor. Pada hal diskriminasi rasial dan penistaan agama hanya dapat dipikirkan dan diterapkan oleh mereka yang belum berpendidikan (primitif).
Dalam kehidupan masyarakat Indoneisia yang beraneka ragam suku bangsa, agama, budaya dan bahasa yang bervariasi terus berpandangan diskriminatif ini sangatlah berbahaya bagi negara Indonesia yang menganut system demokrasi. Tentu sikap diskriminasi dan penistaan agama terhadap kaum minoritas ini sangatlah tidak baik dan tentunya akan menimbulkan perpecahan ikatan bangsa pada suku bangsa yang lain. Apa lagi sikap diskriminatif dan penistaan agama yang akan menghalangi proses asimilasi antar suku bangsa yang sangat mutlak dan lumrah terjadi di Indonesia yang mempunyai beragam ras dan suku bangsa, dan agama.
Kita sudah mengetahui dari berbagai sumber kebenaran sudah diilhamkan bahwa, manusia adalah ciptaan Tuhan yang sempurna dan unik, tanpa memandang sebagian ciptaan itu dipandang primitif, dihinakan, dan dikucilkan sesama manusia ciptaan yang mulia. Orang yang selalu berfikir nilai-nilai humanisme dan berprinsip pada jiwa sosial adalah mereka telah memahami makna hidup sesunggunya dari sumber kebenaran. Sebagimana landasan UUD yang terisi pada Ketuhanan Yang Maha Kuasa.
Biarlah mereka yang selalu berpikir wawasan sosialisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mereka terus dipuji dan dihormati oleh sesama manusia yang hidup di bumi. Jika kita bersikap diskriminasi rasial dan penistaan agama terus diterapkan dalam kehidupan sistem demokrasi, tentu akan berdampak buruk sesama warga negara. Tak ada pandangan diskriminasi rasial, penistaan agama dalam segala usaha, sebab diskriminasi rasial dan penistaan agama kemungkinan akan terjadi disentegasi bangsa dalam kehidupan negara yang menganut sistem demokrasi saat ini.
Yang dimiliki adalah jiwa sosialisme yang dapat menciptakan kedamaian dan kerukunan hidup antar umat bergama, integrasi perbedaan ras, dan kebebasan hidup bagi setiap suku dan bangsa yang hidup diatas negerinya masing-masing. Tak seorangpun yang dapat mengubahkan tatanan hidup rukun dan damai diantara perbedaan ras, agama, bahasa dan wilayah dalam konteks kehidupan demokrasi. Oleh karenanya, masyarakat majemuk yang hidup dibawa sistem demokrasi wajib memiliki jiwa sosial yang memerhatikan kehidupan manusia yang mengalami krisis kemanusiaan.
By: Awimee Gobai (Pecinta Alam Papua)