Orang Kaya dan Miskin Tetap diperhadapkan Maut |
Masuk
Surga Bukanlah Soal Kaya atau Miskin
AWEIDA PAPUA, Dalam kehidupan ini setiap orang berusaha keras untuk menjadi kaya diatas kekayaan dan kejayaan pada era globalisasi ini. Semua orang ingin kaya, dapat diperlukan demi pemenuhan hidup akan tetapi dapat dipahami bahwa, kekayaan dan kejayaan tidak akan membawa manusia ke dalam kelaliman dan keserakahan. Kekayaan dan kejayaan adalah anugrah pemberian Tuhan, dan menikmatinya sesuai kehendak pemberi kekayaan dan kejayaan itu sendiri.
Alkitab tidak pernah melarang orang orang menjadi kaya, hanya kekayaan memang berbahaya dan selalu menggoda. Berbahaya, karena tidak jarang membuat orang menjadi lupa diri dan lupa Tuhan ! Menggoda, karena tidak jarang membuat orang seolah-olah telah memiliki sorga yang sesungguhnya. Untuk itu, Yesus pun telah mengisyaratkan. Dimana hartamu berada di situ juga hatimu berada. Mari kita lihat dalam matius (Luk.12:34). Namun Alkitab tidak pernah menganjurkan orang untuk menjadi miskin. Tetapi kemiskinan juga berbahaya dalam kehidupan. Tidak jarang dapat membuat orang menjadi nekad dan tidak dapat perpikir panjang.
Orang miskin juga tidak boleh memikirkan hal-hal tertentu yang membawa kebinasaan, misalnya Iri Hati, dendam, amarah, dan jiwa dengki terhadap orang kaya. Miskin bukan karena lahiriah tetapi miskin karena belum punya upaya menghidupi keluarganya. Kita kaya dan miskin bukanlah jaminan untuk memperoleh hidup yang kekal melainkan orang kaya ataupun miskin mereka harus memiliki hati suci dan sunggu-sunggu melakukan pelayanan dan pekerjaan Tuhan sambil menafkahi kehidupan keluarga. Penentu masuk surga ada ditangan diri kita sendiri dan kita terus membangun relasi yang erat dengan Tuhan tanpa mengandalkan kekuatan pribadi dengan segala yang kita punyai.
Orang miskin pun tidak perlu sampai kehilangan jatah masuk sorga, asalkan kemiskinannya bukan menjadi alasan untuk tidak dapat taat, mengabdi, beriman, berbuat kebenaran dan kasih. Kita sangat menderita dan miskin, namun mereka kaya dalam iman, kasih, ketekunan dan pelayanan (Wahyu.2:8-11). Dalam kehidupan bergereja pun tidak sedikit orang-orang miskin yang memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Jangan heran bila orang miskin seperti ini kadang-kadang lebih baik dalam bersyukur ketimbang sebahagian orang kaya. Contohnya seorang janda miskin dalam Alkitab.
Kaya atau miskin bukan menjadi jaminan keselamatan untuk memperoleh hidup yang kekal bagi umat yang memiliki Yesus sebagai sumber penghidupan. Orang kaya belum tentu menikmati kekayaan dan kejayaan dengan rasa bahagia, tenang, dan damai dalam hidupan keluarganya. Begitupun orang miskin yang hidupnya tergantung pada upaya sendirian melalui hasil keringat sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu, jangan pernah menyombongkan diri pada apa yang Tuhan berikan kepada manusia baik untuk orang kaya ataupun orang miskin, sebab setiap orang akan menikmati ada dua ruang maut yang sama. Setelah kita neninggal kita tidak akan membawa kekayaan dan kejayaan kedalam liang kuburan, tetapi yang kita mati hanya menikmati ruang maut sesuai apa yang ditakdirkan oleh Tuhan kepada manusia.
Tuhan tidak akan mempertanyakan berapa besar kekayaan dan kejayaan kita atau berapa lama hidup kita dibawa garis kemiskinan. Tetapi Tuhan melihat hati dan kesungguhan hidup kita kepada Tuhan dengan mempergunakan segala berkat itu tanpa mengeluh dan bersungut-sungut.
Persoalannya bukan soal kekayaan atau pun kemiskinan yang akhirnya menentukan. Melainkan bagaimana sikap kita menjalankan kehidupan, enta kita sebagai seorang kaya atau seorang yang miskin. Berbahagialah orang-orang kaya, mana sudah kaya, kaya pula di hadapan Allah. Dan berbahagialah juga orang-orang miskin, yang walaupun miskin tetapi kaya dihadapan Allah. Tetapi yang paling celaka adalah, orang yang miskin dihadapan Allah. Miskin akan iman, miskin kasih, miskin pengabdian, miskin kebenaran, dan miskin akan ketaatan. Pokoknya, miskin dunia akhirat. Dan ini yang pasti tidak ideal, tidak layak jadi penghuni sorga.
Selamat menikmati hidup sesunggunya menurut kehendak Tuhan yang diberi anugrah hidup kepada setiap indivudu yang memerlukan kebagiaan dan kedamaian pada kebutuhan apa adanya bagi orang kaya ataupun miskin selagi menantikan sang raja yang akan datang menyambut orang kaya dan miskin sesuai perbuatan kita di dunia ini.
By: Tamogei Gobai (Pecinta Alam Papua )
AWEIDA PAPUA, Dalam kehidupan ini setiap orang berusaha keras untuk menjadi kaya diatas kekayaan dan kejayaan pada era globalisasi ini. Semua orang ingin kaya, dapat diperlukan demi pemenuhan hidup akan tetapi dapat dipahami bahwa, kekayaan dan kejayaan tidak akan membawa manusia ke dalam kelaliman dan keserakahan. Kekayaan dan kejayaan adalah anugrah pemberian Tuhan, dan menikmatinya sesuai kehendak pemberi kekayaan dan kejayaan itu sendiri.
Alkitab tidak pernah melarang orang orang menjadi kaya, hanya kekayaan memang berbahaya dan selalu menggoda. Berbahaya, karena tidak jarang membuat orang menjadi lupa diri dan lupa Tuhan ! Menggoda, karena tidak jarang membuat orang seolah-olah telah memiliki sorga yang sesungguhnya. Untuk itu, Yesus pun telah mengisyaratkan. Dimana hartamu berada di situ juga hatimu berada. Mari kita lihat dalam matius (Luk.12:34). Namun Alkitab tidak pernah menganjurkan orang untuk menjadi miskin. Tetapi kemiskinan juga berbahaya dalam kehidupan. Tidak jarang dapat membuat orang menjadi nekad dan tidak dapat perpikir panjang.
Orang miskin juga tidak boleh memikirkan hal-hal tertentu yang membawa kebinasaan, misalnya Iri Hati, dendam, amarah, dan jiwa dengki terhadap orang kaya. Miskin bukan karena lahiriah tetapi miskin karena belum punya upaya menghidupi keluarganya. Kita kaya dan miskin bukanlah jaminan untuk memperoleh hidup yang kekal melainkan orang kaya ataupun miskin mereka harus memiliki hati suci dan sunggu-sunggu melakukan pelayanan dan pekerjaan Tuhan sambil menafkahi kehidupan keluarga. Penentu masuk surga ada ditangan diri kita sendiri dan kita terus membangun relasi yang erat dengan Tuhan tanpa mengandalkan kekuatan pribadi dengan segala yang kita punyai.
Orang miskin pun tidak perlu sampai kehilangan jatah masuk sorga, asalkan kemiskinannya bukan menjadi alasan untuk tidak dapat taat, mengabdi, beriman, berbuat kebenaran dan kasih. Kita sangat menderita dan miskin, namun mereka kaya dalam iman, kasih, ketekunan dan pelayanan (Wahyu.2:8-11). Dalam kehidupan bergereja pun tidak sedikit orang-orang miskin yang memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Jangan heran bila orang miskin seperti ini kadang-kadang lebih baik dalam bersyukur ketimbang sebahagian orang kaya. Contohnya seorang janda miskin dalam Alkitab.
Kaya atau miskin bukan menjadi jaminan keselamatan untuk memperoleh hidup yang kekal bagi umat yang memiliki Yesus sebagai sumber penghidupan. Orang kaya belum tentu menikmati kekayaan dan kejayaan dengan rasa bahagia, tenang, dan damai dalam hidupan keluarganya. Begitupun orang miskin yang hidupnya tergantung pada upaya sendirian melalui hasil keringat sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu, jangan pernah menyombongkan diri pada apa yang Tuhan berikan kepada manusia baik untuk orang kaya ataupun orang miskin, sebab setiap orang akan menikmati ada dua ruang maut yang sama. Setelah kita neninggal kita tidak akan membawa kekayaan dan kejayaan kedalam liang kuburan, tetapi yang kita mati hanya menikmati ruang maut sesuai apa yang ditakdirkan oleh Tuhan kepada manusia.
Tuhan tidak akan mempertanyakan berapa besar kekayaan dan kejayaan kita atau berapa lama hidup kita dibawa garis kemiskinan. Tetapi Tuhan melihat hati dan kesungguhan hidup kita kepada Tuhan dengan mempergunakan segala berkat itu tanpa mengeluh dan bersungut-sungut.
Persoalannya bukan soal kekayaan atau pun kemiskinan yang akhirnya menentukan. Melainkan bagaimana sikap kita menjalankan kehidupan, enta kita sebagai seorang kaya atau seorang yang miskin. Berbahagialah orang-orang kaya, mana sudah kaya, kaya pula di hadapan Allah. Dan berbahagialah juga orang-orang miskin, yang walaupun miskin tetapi kaya dihadapan Allah. Tetapi yang paling celaka adalah, orang yang miskin dihadapan Allah. Miskin akan iman, miskin kasih, miskin pengabdian, miskin kebenaran, dan miskin akan ketaatan. Pokoknya, miskin dunia akhirat. Dan ini yang pasti tidak ideal, tidak layak jadi penghuni sorga.
Selamat menikmati hidup sesunggunya menurut kehendak Tuhan yang diberi anugrah hidup kepada setiap indivudu yang memerlukan kebagiaan dan kedamaian pada kebutuhan apa adanya bagi orang kaya ataupun miskin selagi menantikan sang raja yang akan datang menyambut orang kaya dan miskin sesuai perbuatan kita di dunia ini.
By: Tamogei Gobai (Pecinta Alam Papua )