Google.com |
AWEIDA-News, Hidup itu terkadang menyedihkan bagi setiap orang yang menjadi harapan bangsa, harapan kedua
orang-Nya sebagai penyokong dalam proses pendidikan. Dalam hal ini, kita
bernekat untuk belajar dinegeri orang, karena dengan adanya dukungan dari
kedua orangtua yang bisa membiayai dan membatu kami berupa kebutuhan materil maupun moril dari
kedua orangtua kami selama ini. Dan kami juga sudah meninggalkan mereka di kampung halaman kami, selama beberapa tahun yang lalu demi mengenyam pendidikan.
Demi pendidikan bagi setiap individu, pada awalnya kami mempunyai kemauan yang tinggi dan punya cita-cita yang harus dicapai untuk menyelesaikan proses pendidikan selama hidup. Dan kondisi tertentu kami juga tak terluput dengan berbagai masalah saat kami studi disana, sehingga dengan adanya prinsip diri dari kami harus dimiliki pada awalnya. Kemudian keinginan yang tak terbatas dapat ditimbul dari lubuk hati, sehinggi ingin melanjutkan pendidikan dapat diperjuangkan selagi hidup di bumi.
Walaupun kita sebagai manusia terkadang dialami dengan berbagai pengaruh yang bertentangan dengan budaya sesunggu-Nya pada awal kami mulai melangkah maju. Dan kondisi tertentu, nyawa kami hampir dicekal karena niat baik untuk menghilangkan nyawa anak bangsa juga pernah dialami, ketika kami masih bangku kuliah. Kemudian selalu dilukai hati kami oleh pelacur saat kami masih berada disana, berdasarkan pengalaman masa lalu.
Sewajarnya, tindakan dan perbuatan dari manusia dalam kehidupan sosial tak berkenan atas amarah sampai menghabiskan nyawa, melainkan saling mengampuni dan memaafkan kepada sesama adalah senjata ampu. Tidak sepantasnya, kami mengintai keberadaan mereka setiap waktu, selama mereka studi. Kita harus memiliki roh yang dapat memadamkan bara api yang masih berapi-api ditengah medan pendidikan itu.
Kondisi hidup mereka dapat dipantau sehingga anak-anak bangsa itu berlari ke gunung berapi "soputan" bersama para wisatawan untuk mencari tempat keteduhan. Karena anak bangsa sering mendaki sebuah gunung untuk merenung kembali atas tragedi kemanusiaan di tanah papua. Walaupun kita pergi kemanapun di dunia ini, tetapi juga dikenang atas jasa perjuangan para leluhur dari dimana kita hidup.
Kewajiban anak bangsa adalah memfokuskan diri dengan proses pendidiakan, lalu memandang ke negeri ufuk timur. Dan melihat kondisi hidup orangtua mereka yang sedang dibantai disana. Hati memang rasa tersakiti selama masih berada disana, sehingga memeluangkan waktu untuk memanjatkan doa kepada yang menciptakan manusia, agar roh kami terdorong untuk menyampaikan hak manifesto itu.
" Kami hidup disana dalam kurungan pagar, membuat diri kami merasa terasing. Kemudian keluar masuk pun dapat dipantau seperti hidup dalam sebuah tempurun "
Jika ada orang yang benar-benar baru merantau dan tidak punya kenalan atau keluarga, maka saya akui dia sebagai perantau sejati. Perantau sejati adalah orang yang benar-benar mau mengambil resiko yang besar walau tanpa kepastian. Orang seperti ini menurut saya, punya peluang lebih besar untuk menjadi sukses karena tentu pengorbanannya tidak akan disia-siakan begitu saja dan harus dibayar dengan cerita suksesnya di kemudian hari.
Dapat disimpulkan bahwa, hal apapun yang terjadi dalam kehidupan tak tabuh di telinga setiap orang, terlebih khusus bagi generasi penerus yang menjadi tolak ukur sumber daya manusia. Kita harus berhat-hati mengenkendalikan hidup ini, sambil menimba ilmu. Dengan penuh kesadaraan melakukan aktivitas dan menjaga harga diri sambil mengenyam pendidikan di Tanah rantau. Karena dengan hanya pendidikan formal, kita bisa memperoleh bekal bagi mereka yang masih membutuhkan di Tanah Papua. Dan janganlah kita ikut arus dengan kebiasaan hidup di kota yang tidak bisa terluput dari lumpur-lumpur itu.
Demi pendidikan bagi setiap individu, pada awalnya kami mempunyai kemauan yang tinggi dan punya cita-cita yang harus dicapai untuk menyelesaikan proses pendidikan selama hidup. Dan kondisi tertentu kami juga tak terluput dengan berbagai masalah saat kami studi disana, sehingga dengan adanya prinsip diri dari kami harus dimiliki pada awalnya. Kemudian keinginan yang tak terbatas dapat ditimbul dari lubuk hati, sehinggi ingin melanjutkan pendidikan dapat diperjuangkan selagi hidup di bumi.
Walaupun kita sebagai manusia terkadang dialami dengan berbagai pengaruh yang bertentangan dengan budaya sesunggu-Nya pada awal kami mulai melangkah maju. Dan kondisi tertentu, nyawa kami hampir dicekal karena niat baik untuk menghilangkan nyawa anak bangsa juga pernah dialami, ketika kami masih bangku kuliah. Kemudian selalu dilukai hati kami oleh pelacur saat kami masih berada disana, berdasarkan pengalaman masa lalu.
Sewajarnya, tindakan dan perbuatan dari manusia dalam kehidupan sosial tak berkenan atas amarah sampai menghabiskan nyawa, melainkan saling mengampuni dan memaafkan kepada sesama adalah senjata ampu. Tidak sepantasnya, kami mengintai keberadaan mereka setiap waktu, selama mereka studi. Kita harus memiliki roh yang dapat memadamkan bara api yang masih berapi-api ditengah medan pendidikan itu.
Kondisi hidup mereka dapat dipantau sehingga anak-anak bangsa itu berlari ke gunung berapi "soputan" bersama para wisatawan untuk mencari tempat keteduhan. Karena anak bangsa sering mendaki sebuah gunung untuk merenung kembali atas tragedi kemanusiaan di tanah papua. Walaupun kita pergi kemanapun di dunia ini, tetapi juga dikenang atas jasa perjuangan para leluhur dari dimana kita hidup.
Kewajiban anak bangsa adalah memfokuskan diri dengan proses pendidiakan, lalu memandang ke negeri ufuk timur. Dan melihat kondisi hidup orangtua mereka yang sedang dibantai disana. Hati memang rasa tersakiti selama masih berada disana, sehingga memeluangkan waktu untuk memanjatkan doa kepada yang menciptakan manusia, agar roh kami terdorong untuk menyampaikan hak manifesto itu.
" Kami hidup disana dalam kurungan pagar, membuat diri kami merasa terasing. Kemudian keluar masuk pun dapat dipantau seperti hidup dalam sebuah tempurun "
Jika ada orang yang benar-benar baru merantau dan tidak punya kenalan atau keluarga, maka saya akui dia sebagai perantau sejati. Perantau sejati adalah orang yang benar-benar mau mengambil resiko yang besar walau tanpa kepastian. Orang seperti ini menurut saya, punya peluang lebih besar untuk menjadi sukses karena tentu pengorbanannya tidak akan disia-siakan begitu saja dan harus dibayar dengan cerita suksesnya di kemudian hari.
Dapat disimpulkan bahwa, hal apapun yang terjadi dalam kehidupan tak tabuh di telinga setiap orang, terlebih khusus bagi generasi penerus yang menjadi tolak ukur sumber daya manusia. Kita harus berhat-hati mengenkendalikan hidup ini, sambil menimba ilmu. Dengan penuh kesadaraan melakukan aktivitas dan menjaga harga diri sambil mengenyam pendidikan di Tanah rantau. Karena dengan hanya pendidikan formal, kita bisa memperoleh bekal bagi mereka yang masih membutuhkan di Tanah Papua. Dan janganlah kita ikut arus dengan kebiasaan hidup di kota yang tidak bisa terluput dari lumpur-lumpur itu.