Saat Acara Berlangsung |
AWEIDA-News,
Tondano-Sulut: Para pemimpin Provinsi papua, Papua Barat dan Provinsi Sulawesi
Utara, telah melakukan rekonsiliasi atas pertikaian Mahasiswa Papua dengan
Masyarakat Minahasa, Warga Tataran II pada hari, jumat di Kampus UNIMA Tondano.
Proses
rekosiliasi berjalan aman dan lancar, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dan penyampaian dari pejabat, baik dari pejabat papua maupun dari
pemerintah sulawesi utara sendiri.
“Sebelumnya,
para pejabat papua yang hadir kemarin, kami tidak diberikan kesempatan untuk berbicara atas kronologi kejadian itu,” kabarnya.
Tetapi
justru pembicaraan mahasiswa itu, dapat diinterupsi oleh pejabat
papua sebelum acara rekonsiliasi dimulai. Dan ada teguran dari pejabat papua yang datang melihat kami disini, tetapi dimarahi dengan kata-kata yang kurang disenangi hati kami mahasisw," tambanya.
Dalam
hal ini, menjadi pertanyaannya adalah apakah para pejabat papua lebih tahu
kronologi kejadian awal saat peristiwa berlansung, ataukah mahasiswa sebagai
bagian dari provokasi, ketika terjadi pertikaian berlansung?
Sebenarnya,
mahasiswa juga hak berbicara, berekspresi dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan kerinduan kepada
orangtua yang hadir saat rekonsiliasi. Dan acara rekonsiliasi tak pernah diberikan kesempatan sekalipun. Kata seorang mahasiswa rambutnya keriting itu.
Kehadiran mahasiswa ikut acara rekonsialiasi dari berbagi kota studi yakni Kota Manado, Air Madidi, Tomohon dan terlebih khusus mahasiswa papua yang berstudi di Kota Tondano.
Kehadiran mahasiswa ikut acara rekonsialiasi dari berbagi kota studi yakni Kota Manado, Air Madidi, Tomohon dan terlebih khusus mahasiswa papua yang berstudi di Kota Tondano.
Ada yang merasa mengeluh dengan kedatangan pemerintah provinsi papua dan papua barat, karena mahasiswa papua belum puas atas rekonsiliasinya. Orangtua kami diharapkan untuk pendidikan, bukan dengan acara pesta pora yang keberpihakan secara parsial itu.
“Masyarakat papua, orantua kami masih melarat diatas tanahnya sendiri, namun mengapa para pejabat bermain uang pembangunan disini? Uang bukan ukuran untuk penyelesaian persoalan kami, meskipun uang pembangunan rakyat bagaikan daun pohon matoa di Sulawesi Utara,” katanya.
“Masyarakat papua, orantua kami masih melarat diatas tanahnya sendiri, namun mengapa para pejabat bermain uang pembangunan disini? Uang bukan ukuran untuk penyelesaian persoalan kami, meskipun uang pembangunan rakyat bagaikan daun pohon matoa di Sulawesi Utara,” katanya.
Tak
heran dengan dana hasil otonomi khusus yang lebih besar, namun dibuat acara
pesta pora, yang tak bermanfaat bagi masyarakat papua, terutama kami mahasiswa
di Sulut. Acara
rekonsiliasi dibuat bentuk sederhana dengan ibadah bersama seharusnya, namun
acaranya dilakukan dengan 30 ekor babi, dari tempat kejadian pertikaian.
Mereka
yang hadir saat acara rekonsialisi juga kebanyakan dari pejabat alumi Kota
Studi Sulut, termasuk Gubernur Papua, Asisten I Provinsi Papua dan beberapa pejabat
lainnya.
“Kehadiran mereka bukan untuk melihat keberadaan mahasiswa papua di Sulut. Tetapi dirayakan dengan acara pesta pora yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat, terlebih khusus mahasiswa papua, di Sulut.
“Kehadiran mereka bukan untuk melihat keberadaan mahasiswa papua di Sulut. Tetapi dirayakan dengan acara pesta pora yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat, terlebih khusus mahasiswa papua, di Sulut.
Kami
bukan krititisi ataupun berkeberatan dengan acara rekonsiliasi pada hari jumat
kemarin, namun keprihatinan kami adalah apakah beberapa mahasiswa asal papua
yang sudah pulang itu, akan kembali melanjutkan pendidikan ataukah justru
kembali ke tanah air karena keputusan mereka untuk selamanya?
Kita
hidup untuk saling menjaga, mengasihi dan memaafkan apabila kita berbuat
salah terhadap sesama etnis, sesama seperjuangan, dan senasib baik yang berasal
dari gunung maupun dari pantai. Karena perbuatan seseorang akan berdampak buruk
terhadap sesama etnis, sesama seperjuangan dan senasib yang berada di tanah
rantauan, khususnya kota studi Sulut.
Untuk
itulah, kita diharapkan untuk memperbaiki dan membenahi tugas
dan tanggungjawab yang dipercayakan oleh mereka yang membutuhkan perlindungan
selama ini. Kedepannya relasi antara
sesama itu dapat tersolid untuk membangun kehidupan yang baru, demi mencapai
sumber daya manusia yang handal dan profesional. (AWEIDA)