Anak-Anak Aibon di Kota Timika |
Generasi
Muda Papua Kehilangan Nilai Iman, Moral dan Budaya di Kota Dapur Dunia.
Aweida
Papua, Kita tahu bahwa, kondisi hidup masyarakat papua pada masa kini,
anak-anak pribumi papua pada usia dini sudah dipengaruhi pada akulturasi budaya
sehingga orangtua mereka sangat sulit memberikan pemahaman tentang pencegahan,
penyadaraan diri dari penyakit yang masih bertumbu subur di Tanah Papua,
terutama di kota dapur dunia ini. Pembiaran anak-anak usia diri menjadi
tanggunjawab bersama.
Tingkat ketidakseriusan untuk mengawasi dan mengayomi kepada anak-anak kita tak dapat dihiraukan, sehingga anak-anak muda pada usia dini mereka hidup dari budaya ketergantungan. Mereka terus dipencar setiap ruas jalan di kota dapur dunia ini. Mungkin karena kurangnya pembinaan dari kedua orangtuanya terhadap anak-anak mereka sejak kecil, membuat anak-anak muda terarus pada kebiasaan kemabukan, keliaran Aibon, dan perbuatan seks bebas meluas diatas Tanah ini. Belum pastikan anak-anak generasi muda pada usia dini telah mengidap berbagai penyakit yang menjadi alur kepunahan etnis papua.
Pengamatan kami disetiap ruas jalan raya dan jalur masuk kompleks di kota dapur dunia ini, terlihatnya penuh dengan anak-anak kaum pribumi mulai berkumpul dalam sebuah lingkaran untuk melakukan berbagai cara seperti "Pencium Lem Aibon". Anak-anak kita yang lahir besar kota itu, mereka sudah memasuki dalam ranah keramaian demi kesenangan sesaat secara kontinyu tanpa mematuhui nasihat dan bimbingan dari kedua orangtua mereka. Orangtua mereka hendak menyekolahkan anak-anaknya demi menumbuhkan sumber daya manusia (SDM) pada masa depan bangsa dan keluarganya. Namun, kamauan untuk belajar dan berpendidikan pada masa kini, dapat dipengaruhui dengan berbagai pengaruh yang menjadi fatal dari perkembangan pendidikan di kota ini.
Mungkin jauh sebelumnya mereka belum terbina dan terdidik dari pandangan budaya tentang nilai-nilai luhur bangsa yang menjadi tanda pelarangan bagi kaum pribumi yang sementara hidup diatas negerinya. Anak-anak kita pada kondisi globalisasi ini mereka bisa terlantar hingga terlibat dalam lingkaran “Aibon” karena akibat dari pengaruh lingkungan sosial yang kurang stabil dari budaya leluhur bangsa papua. Hidup hanya pada budaya akulturasi membuat masyarakat hidup resah, terutama berdampak pada kaum muda yang hidup dalam lingkaran "Aibon" disetiap sudut kota.
Ketika kami sendiri mengamati kebiasaan dan tingka laku anak-anak usia dini, mereka sudah meninggalkan nilai-nilai Iman, Moral dan budaya sehingga hidup mereka keluar dari tatanan hidup bangsanya. Mungkin karena belum adanya pembinaan dari kedua orangtua mereka tentang nilai-nilai Iman, moral dan budaya sehingga semuanya mulai terarus pada budaya akulturasi. Sesuai pengamatan dari sudut pandang secara universal, saat ini mereka sudah belajar tentang strategi ilmu "Aibon". Mereka sudah kehilangan harga diri sebagai manusia papua yang memiliki harkat dan martabat diatas bumi ini, sehingga diperkirakan 10 (sepuluh) tahun mendatang bangsa papua, generasi muda akan dipunahkan dari atas negerinya sendiri.
Pembina mereka sudah terlati dan terdidik secara sistematis dengan mempergunakan berbagai ilmu gaib seperti dibentuk sekelompok barisan yang menginginkan generasi muda papua harus dipunahkan melalui ilmu tertentu yang menghancurkan harga diri orang papua dalam konteks pembiaraan. Kelompok terlati dan terdidik itu mampu memengaruhi kepada anak-anak pribumi yang masih berkeliaran di pusat kota. Berbagai ilmu yang mereka sudah pelajari adalah ilmu tertentu yang dapat merusak nilai-nilai Iman, moral dan budaya ini membuat generasi muda papua sudah ketinggalan dari perkembangan dunia yang semakin global. Itulah watak migrasi yang membina dan mendidik terhadap generasi papua sudah termotivasi pada binaan hingga terjerumus pada kehancuran.
Jangan pernah kita biarkan anak-anak itu terlantar dalam ruang keramaian untuk mereka bebas berkeliaran pada malam hari ataupun pada siang hari. Mereka selalu berberkeliaran sepanjang malam, baik untuk pria dan wanita dalam satu kubu besar. Kelompok kubu ini memanfaatkan kesempatan untuk memengaruhi kepada yang lain, agar semuanya dirangkum dalam satu barisan yang kuat dari kompleks masing-masing. Pengaruh lingkungan itu mendorong generasi muda papua semakin tertinggal dari harapan bangsa. Lingkungan hidup kota dapur dunia ini sangat dikhawatirkan, akibat adanya penyebaran penyakit seperti Hiv AID, Miras, dan Lingkaran "Aibon" yang sudah merajalela di papua, lebih khusus di kota dapur dunia ini.
Selain kita berjuang untuk memisahkan diri dari penjajahan, perlunya kita mengatasi kebiasaan anak-anak generasi muda yang berada dalam dunia kesenangan yang menuju pada ruang kematian saat ini. Sebab tanpa mengatasi hal itu secara baik, kemungkinan alur pemusnahan etnis papua tinggal menunggu waktu dari atas negerinya sendiri. Jika pihak pemerintah, toko agama, dan toko adat tidak diatasi secara kolektif dengan maksud memberantas kebiasaan kemabukan, seks bebas dan pencium lem "Aibon", maka orang papua akan menjadi minoritas dari pendatang hingga dipunahkan secara kilapan mata akan tercipta. Biarlah tanah ini menjadi milik kaum migran keturunan melayu yang mendominasi hingga tanah papua ini menjadikan tanah milik Indo melayu hingga bangsa pribumi (etnis melanesia) akan kehilangan secara drastis seperti orang-orang indian yang pernah dialami dari bangsa asing asal Eropa di Amerika Serikat.
By: Tamogei Gobai (Pecinta Alam Papua)
Tingkat ketidakseriusan untuk mengawasi dan mengayomi kepada anak-anak kita tak dapat dihiraukan, sehingga anak-anak muda pada usia dini mereka hidup dari budaya ketergantungan. Mereka terus dipencar setiap ruas jalan di kota dapur dunia ini. Mungkin karena kurangnya pembinaan dari kedua orangtuanya terhadap anak-anak mereka sejak kecil, membuat anak-anak muda terarus pada kebiasaan kemabukan, keliaran Aibon, dan perbuatan seks bebas meluas diatas Tanah ini. Belum pastikan anak-anak generasi muda pada usia dini telah mengidap berbagai penyakit yang menjadi alur kepunahan etnis papua.
Pengamatan kami disetiap ruas jalan raya dan jalur masuk kompleks di kota dapur dunia ini, terlihatnya penuh dengan anak-anak kaum pribumi mulai berkumpul dalam sebuah lingkaran untuk melakukan berbagai cara seperti "Pencium Lem Aibon". Anak-anak kita yang lahir besar kota itu, mereka sudah memasuki dalam ranah keramaian demi kesenangan sesaat secara kontinyu tanpa mematuhui nasihat dan bimbingan dari kedua orangtua mereka. Orangtua mereka hendak menyekolahkan anak-anaknya demi menumbuhkan sumber daya manusia (SDM) pada masa depan bangsa dan keluarganya. Namun, kamauan untuk belajar dan berpendidikan pada masa kini, dapat dipengaruhui dengan berbagai pengaruh yang menjadi fatal dari perkembangan pendidikan di kota ini.
Mungkin jauh sebelumnya mereka belum terbina dan terdidik dari pandangan budaya tentang nilai-nilai luhur bangsa yang menjadi tanda pelarangan bagi kaum pribumi yang sementara hidup diatas negerinya. Anak-anak kita pada kondisi globalisasi ini mereka bisa terlantar hingga terlibat dalam lingkaran “Aibon” karena akibat dari pengaruh lingkungan sosial yang kurang stabil dari budaya leluhur bangsa papua. Hidup hanya pada budaya akulturasi membuat masyarakat hidup resah, terutama berdampak pada kaum muda yang hidup dalam lingkaran "Aibon" disetiap sudut kota.
Ketika kami sendiri mengamati kebiasaan dan tingka laku anak-anak usia dini, mereka sudah meninggalkan nilai-nilai Iman, Moral dan budaya sehingga hidup mereka keluar dari tatanan hidup bangsanya. Mungkin karena belum adanya pembinaan dari kedua orangtua mereka tentang nilai-nilai Iman, moral dan budaya sehingga semuanya mulai terarus pada budaya akulturasi. Sesuai pengamatan dari sudut pandang secara universal, saat ini mereka sudah belajar tentang strategi ilmu "Aibon". Mereka sudah kehilangan harga diri sebagai manusia papua yang memiliki harkat dan martabat diatas bumi ini, sehingga diperkirakan 10 (sepuluh) tahun mendatang bangsa papua, generasi muda akan dipunahkan dari atas negerinya sendiri.
Pembina mereka sudah terlati dan terdidik secara sistematis dengan mempergunakan berbagai ilmu gaib seperti dibentuk sekelompok barisan yang menginginkan generasi muda papua harus dipunahkan melalui ilmu tertentu yang menghancurkan harga diri orang papua dalam konteks pembiaraan. Kelompok terlati dan terdidik itu mampu memengaruhi kepada anak-anak pribumi yang masih berkeliaran di pusat kota. Berbagai ilmu yang mereka sudah pelajari adalah ilmu tertentu yang dapat merusak nilai-nilai Iman, moral dan budaya ini membuat generasi muda papua sudah ketinggalan dari perkembangan dunia yang semakin global. Itulah watak migrasi yang membina dan mendidik terhadap generasi papua sudah termotivasi pada binaan hingga terjerumus pada kehancuran.
Jangan pernah kita biarkan anak-anak itu terlantar dalam ruang keramaian untuk mereka bebas berkeliaran pada malam hari ataupun pada siang hari. Mereka selalu berberkeliaran sepanjang malam, baik untuk pria dan wanita dalam satu kubu besar. Kelompok kubu ini memanfaatkan kesempatan untuk memengaruhi kepada yang lain, agar semuanya dirangkum dalam satu barisan yang kuat dari kompleks masing-masing. Pengaruh lingkungan itu mendorong generasi muda papua semakin tertinggal dari harapan bangsa. Lingkungan hidup kota dapur dunia ini sangat dikhawatirkan, akibat adanya penyebaran penyakit seperti Hiv AID, Miras, dan Lingkaran "Aibon" yang sudah merajalela di papua, lebih khusus di kota dapur dunia ini.
Selain kita berjuang untuk memisahkan diri dari penjajahan, perlunya kita mengatasi kebiasaan anak-anak generasi muda yang berada dalam dunia kesenangan yang menuju pada ruang kematian saat ini. Sebab tanpa mengatasi hal itu secara baik, kemungkinan alur pemusnahan etnis papua tinggal menunggu waktu dari atas negerinya sendiri. Jika pihak pemerintah, toko agama, dan toko adat tidak diatasi secara kolektif dengan maksud memberantas kebiasaan kemabukan, seks bebas dan pencium lem "Aibon", maka orang papua akan menjadi minoritas dari pendatang hingga dipunahkan secara kilapan mata akan tercipta. Biarlah tanah ini menjadi milik kaum migran keturunan melayu yang mendominasi hingga tanah papua ini menjadikan tanah milik Indo melayu hingga bangsa pribumi (etnis melanesia) akan kehilangan secara drastis seperti orang-orang indian yang pernah dialami dari bangsa asing asal Eropa di Amerika Serikat.
By: Tamogei Gobai (Pecinta Alam Papua)