Truk Polisi yang dipakai saat membubarkan dan menangkap sejumlah massa aksi (Foto: Ist). |
JAYAPURA,
SUARAPAPUA.com ---Aksi yang dilangsungkan Solidaritas
Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Papua, Kamis (8/10/2015) siang,
berujung penangkapan 18 massa aksi oleh aparat Kepolisian Resort Kota
(Polresta) Jayapura yang dipimpin langsung oleh Wakapolresta Jayapura, Kompol
Albertus Adreana.
Sejumlah
frater yang sedang mengenyam studi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT)
"Fajar Timur" Abepura, Papua, dan terlibat aksi dengan menggenakan
jubah imam juga ikut ditangkap aparat kepolisian secara brutal.
Adapun
nama-nama aktivis mahasiswa dan pemuda yang ditangkap:
1. Penehas Lokbere (Koordinator aksi)
2.
Ndoringga Yarinap (Mahasiswa)
3.
Kokay Mujijau (Mahasiswa)
4.
Kamar Pekey (Mahasiswa)
5.
Roimundus Nauw (Aktivis PMKRI)
6.
Boni Bame (Aktivis PMKRI)
7.
Simon Bofra (Mahasiswa)
8.
Agustinus Kamat (Mahasiswa)
9.
Adrian Kasela (Mahasiswa)
10.
Marinus Bame (PMKRI)
11.
Karel Karolus Wagab (Pemuda)
12.
Daniel Kosamah (Mahasiswa)
Sedangkan
sejumlah frater yang ikut ditangkap adalah:
1.
Frater Soferius Pangguom, OSA
2.
Frater Fredy Pawika, OFM
3.
Frater Dorman Skukubun, OFM
4.
Frater Benyamin Tanang, OFM
5.
Frater Gaspar Bhala, OFM
6.
Frater Didimus Kosy, OFM
Sekitar
pukul 15.00 Wit, penasehat hukum massa aksi bernegosiasi dengan Wakapolresta
dan Kapolsek Abepura, Kompol Marthen Asmuruf di aula Polsek Abepura, dan
seluruh massa aksi akhirnya dibebaskan.
Ketua
Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai, John NR. Gobay menegaskan, Polisi bertindak
sangat brutal dan tidak manusiawi dalam membubarkan aksi demo damai SKP-HAM.
“Ini
menunjukan ruang demokrasi di Tanah Papua masih ditutup, kan kami mau demo
hanya mau minta pertanggungjawaban Negara atas penembakan empat siswa di Paniai
8 Desember 2014 silam,” kata Gobay, yang juga ikut dalam aksi tersebut.
Dikatakan,
aksi arogansi aparat menunjukan ketidakmampun Polisi dan Negara dalam
mengungkap aktor dan pelaku penembakan empat siswa di Enarotali, Kabupaten
Paniai.
“Padahal
kami demo untuk memperbaiki citra kepolisian, selama setiap aksi dihadapi
dengan kekerasan, artinya Polisi tidak mau diberi masukan, dan pelakunya sudah
bisa diketahui aparat Negara sendiri,” tegas John.
Karena
itu John berharap tim ad hoc yang dibentuk Komnas HAM RI dapat bekerja untuk
menuntaskan kasus Paniai Berdarah, yang kini telah mendapatkan sorotan dan
perhatian internasional.
“Saat
ini dunia internasional sedang mengamati, apakah Negara mampu menuntaskan kasus
pelanggaran HAM berat yang terjadi atau tidak? Kalau cara-cara hadapi aksi
damai mahasiswa dengan brutal, artinya Negara tidak mau dan tidak mampu
menungkapnya,” tegas John. OKTOVIANUS POGAU, Sumber: Suara Papua)
Disposkan: AWEIDA-News