Stop AIDS di Papua |
Nabire, AWEIDA-News: Kasus penularan penyakit HIV/AIDS di Papua semakin
mengkhawatirkan. Laju penularan HIV semakin tidak terkendali. Kondisi ini mulai
mengancam keberlangsungan hidup suku asli di Papua.
“Saya datang ke Kabupaten Paniai, di sana dilaporkan sudah empat marga penduduk asli punah gara-gara HIV,” ujar Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Fransen G Siahaan, pada acara tatap muka dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, di Nabire, Papua, Rabu (28/1/2015) malam.
Guna menekan kasus
penularan HIV di Papua, Yohana menyarankan agar para tokoh agama, adat,
masyarakat, pemuda dan perempuan untuk mengambil langkah bersama melakukan
pemahaman kesadaran mulai dari diri sendiri, keluarga, dan kampung.
“Saya datang ke Kabupaten Paniai, di sana dilaporkan sudah empat marga penduduk asli punah gara-gara HIV,” ujar Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Fransen G Siahaan, pada acara tatap muka dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, di Nabire, Papua, Rabu (28/1/2015) malam.
Menurut
dia, setidaknya terdapat dua faktor utama yang menyebabkan penularan HIV di
Papua tumbuh dengan cepat. Pertama, maraknya minuman keras (miras). Kedua,
perilaku seks bebas.
Kedua
kebiasaan negatif tersebut, lanjut dia, dapat membuat suatu bangsa mengalami
fenomena lost generation. Berkaca dari hal itu, Fransen meminta agar Yohana
Yembise dapat mengoordinasi pemerintah di pusat agar lebih peduli dengan
masalah penularan HIV di tanah Papua.
Yohana
sendiri mengamini pernyataan Fransen. Dia menilai miras adalah penyebab utama
terjadinya perilaku seks bebas dan kekerasan di Papua.
“Miras
adalah akar permasalahan di Papua. Saya sendiri belum menemukan solusi yang
jitu untuk menekan konsumsi miras di kalangan orang asli Papua,” sebut Yohana.
Keprihatinan
terhadap tingginya kasus HIV di Papua juga diutarakan oleh Kepala Badan
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten
Nabire, Yufinia Mote. Bahkan penularan HIV di Papua tidak lagi menyasar kepada
kelompok beresiko, seperti pekerja seks komersial dan laki-laki pembeli seks.
Penularan sudah sampai pada pihak ketiga, yakni ibu rumah tangga dan bayinya.
“Di
Nabire hampir setiap bulan ada sekitar 6 ibu yang kena HIV. Sekitar 5-6 tahun
lagi, bisa habis orang asli Papua di sini,” ujar Yufinia.
Yufinia
menceritakan, saat ini, banyak terdapat bayi di Nabire yang lahir tanpa
memiliki ayah dan ibu karena meninggal akibat HIV. Pemkab Nabire pun masih
kesulitan untuk mengurus pendidikan dan pengasuhan pada mereka. Dia menambahkan
Nabire adalah kota ketiga dengan kasus HIV tertinggi di Papua, setelah Timika
dan Jayapura.
Data
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Papua pada 2013, penderita HIV/AIDS secara
akumulatif di Papua mencapai sekitar 24 ribu. Padahal, kata Yufinia, total
penduduk di Papua tidak sampai 4 juta orang. Itu pun, mayoritas penduduk Papua
pada saat ini adalah pendatang.
Redaksi: (AWEIDA-NEWS)