Headlines News :

.

.
Home » , , , , , » Penyebaran Suku MEE dan Dampak Pengaruhnya Wilayah Pegunungan Tengah Papua

Penyebaran Suku MEE dan Dampak Pengaruhnya Wilayah Pegunungan Tengah Papua

Written By Aweida Papua on Minggu, 08 Oktober 2023 | 06.42


Penyebaran Suku MEE dan Dampak Pengaruhnya Wilayah Pegunungan Tengah Papua

Kabupaten Paniai terdiri dari berbagai suku dan bahasa dialek bahasa, mulai dari kampung Wosokunu Distrik Yaro bagian barat dan Ilu puncak Jaya bagian Timur. Saat kedudukan belanda , kota tertua yang diterima Missionaris dan Pemerintah mulai dari kota Enarotali, kini Kabupaten Paniai. Seiring adanya kemajuan dan perkembangan, Pemerintah Ibu kota Paniai besar dapat dipindahkan ke Nabire dari Enarotali Paniai dengan tujuan membuka akses transportasi laut dan udara di Nabire menjadi pusat pintu masuk pegunungan. Mereka buka hutan belantara dan tanah rawa-rawa pada awal mulai pembangunan dibagian pesisir yang seharusnya tanah adat Sairery itu, kecuali bagian gunung yang merupakan tanah adat Suku Mee dari wilayah Meepago itu. Paniai besar terdiri dari beberapa Kabupaten/kota yakni Kabupaten Nabire, Paniai, Puncak Jaya, Intan Jaya, Puncak, Deiyai, Mimika dan Dogiyai.

Masyarakat papua tengah mengalami dampak perubahan hidup, entah kehidupan perkembangan maupun kompleksitasnya tatanan hidup suku-suku yang ada di Papua Tengah. Perkembangan adanya pemekaran daerah baru, masyarakat masih belum mengalami perubahan positif justru banyak dialami penyakit dan penyimpangan bertumbuh subur seperti konflik horizontal, peredaran minuman keras, praktek sex bebas, praktek KKN, kebiasaan permainan judi, perampasan kekayaan alam, dan penjualan tanah adat secara ilegal tanpa diketahui hak ulayat masyarakat setempat. 

Penyebaran Agama dan Sebelum Pemerintah Paniai dibentuk  8 September 1969.

Orang MEE menerima Missionaris pada tahun 1939. Kegiatan keagamaan diutamakan sebelum diterima Pemerintah kerajaan Belanda diatas tanah Papua khusus wilayah pegunungan tengah Papua. Pelayanan Missionaris dan pemerintahan dapat dipusatkan di kota Enarotali. Banyak orang suku MEE mereka selesai sekolah Teologia dan mulai membangun jangkauan pelayanan Teologi bersama para Missionaris ke bagian Timur seperti Intan Jaya di Kota Sugapa, Homeyo dan Biandoga. Pelayanan bagian Puncak Papua di Ilaga, Beoga, Sinak dan sekitarnya. Jayawijaya di kota Wamena, Kurima, Piramid dan lain-lain. Puncak Jaya di Mulia dan Ilu yang menjadi pusat pelayanan. Pelayanan Missionaris bagian Nduga  di Mapenduma, Geselema, Jigi dan lain-lain. 

Injil Masuk 1939
Setelah adanya penyebaran agama teruma aliran Gereja Kemah Injil dan Katolik Roma terbentuklah Pemerintah kerajaan Nederland diatas tanah Papua khusus Wilayah adat Meepago dan Lapogo terkini. Pegunungan bagian barat dipimpin Karel Gobay mulai dari kampung Wosokunu Distrik Yaro Kabupaten Nabire dan bagian Timur perbatasan dengan Puncak Jaya di Kota Ilu sebelum masuk ke Kabupaten Tolikara. Bagian utara perbatasan dengan Kabupaten Yapen Waropen dan bagian Selatan perbatasan langsung dengan Mimika bagian gunung tidak termasuk daerah suku Kamoro dataran rendah, karena tanah adat wilayah selatan seharusnya bagian wilayah Bomberay yang berpusat di Fakfak, Papua Barat.

#Penyebaran Suku MEE bagian Barat Pegunungan Tengah. 

Suku MEE bagian dari salah satu etnis suku terbesar di Pegunungan bagian barat. Tempat keberadaan mereka diberbagai daerah sesuai logat bahasanya, seperti masyarakat MEE yang berasal dari Woge Bagee artinya suku MEE yang tinggal bagian selatan, mereka hidup campur dengan suku lain seperti Migani dan Amugme bagian selatan Timur. Suku MEE bagian Selatan barat bermukim di kampung Kapiraya, (Kapauku Kapawe Bagee) mereka berbaur dengan Suku Kamoro. Suku MEE bagian Timur Utara hidup bersahabat dengan masyarakat Suku Migani yang disebut (Agadide Bagee). Suku Woladi dari Distrik Biandoga perbatasan dengan orang-orang Degeuwo dan Bogodide yang disebut (Bogodide Bagee). Suku Mee bagian Utara barat berbaur dengan Suku Wate asal Nabire yang disebut Maisosy Bagee, Auyee Bagee dan Dipaa Menou bagee. Jadi Suku Mee yang tinggal bagian barat Utara seperti distrik Uwapa (Topo), Menou dan Siriwo. Suku Mee bagian barat perbatasan langsung dengan Kabupaten Kaimana seperti Distrik Yaro bagian gunung dan Distrik sukikai Selatan Kabupaten Dogiyai. Jadi Suku Mee memiliki berbagai penggunaan bahasa dialeg. Penulis belum diuraikan selengkapnya untuk keberadaan masyarakat MEE yang ada di Paniai yang disebut (Paniyai Bagee). Kemudian masyarat yang bermukim di Kabupaten Deiyai disebut (Tigi Bagee). Masyarakat yang hidup dibawa kaki gunung Deiyai, sekitaran danau Biru disebut (Tagee Bagee). Kamu Bagee artinya masyarakat yang mendiami di lembah hijau sebelum ke Mapiha. Mapiha Bagee artinya masyarakat yang bermukim di atas gunung-gunung mulai dari Degeidimi hingga Abouyaga sebelum masuk Distrik Pihaiye Kegata.

#Suku Mee Printis Bagi Suku-Suku Pegunungan Papua. 

Keluarga Pdt Elisa Gobay
di Wamena 1940-an
Setelah masuknya Injil dan pemerintahan, orang MEE pergi melayani masyarakat kita di Intan Jaya, Mimika Gunung, Puncak, Puncak Jaya, Lany Jaya, Jayawijaya, Yalimo, Yahukimo dan Nduga. Tujuan utama pelayanan Agama dan Pendidikan dilakukam dengan maksud pemerataan pembangunan manusia sangat penting yang kita kenal dengan Sumber Daya Manusia sesama orang papua. Tidak pernah ada cerita orang Indonesia dan masyarakat pesisir Papua masuk wilayah Papua Pegunungan, selain Suku MEE yang menjadi bapa bagi Suku-Suku lain Papua pegunungan itu. Suku MEE dengan para Missionaris, mereka dengan terbatasnya kemampuan dijangkau ke medan yang berat membawa Injil ke Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Jayawijaya dan tanah Nduga. Setelah mulai mengenal tulisan dan bacaan barulah Suku-Suku lain pun mulai menyesuaikan keadaan perkembangan dan menerima Injil itu. Jadi Suku MEE adalah Suku orangtua bagi Suku-Suku pegunungan Tengah papua.

Penyebaran Suku-Suku dan Tanah Adatnya di Pegunungan Tengah Papua

Suku Dani/Lani berasal dari Wamena Gunung seperti Piramid, Maki, Kelila, Bokondini, Karubaga, Tiom, Ilu, dan Mulia. Hak ulayat tanah adat mereka memiliki beberapa Kabupaten seperti Jayawijaya gunung, Lany Jaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, dan Puncak Jaya. Beberapa Kabupaten yang disebutkan diatas bagian dari Wilayah Lapago sesuai kesamaan budaya dan nilai-nilai kehidupan mereka. 

#Kabupaten Puncak dan Tanah Adatnya. 

Kabupaten Puncak adalah sebuah daerah otonom baru yang dimekarkan dari Puncak Jaya. Akan tetapi secara tanah adat dan budaya identik dengan masyarakat dari Wilayah Meepago. Puncak Papua secara tanah adatnya dimiliki suku DAMAL dan NELEM yang menjadi penghuni dari awal pembagian tanah mereka seperti di Ilaga, Gome dan Beoga disana. Karena bertambah penduduk dari suku Lani/Dani, daerah puncak menjadi beberapa suku mendiami terkini. Jauh sebelumnya orang Lani/dani yang berasal dari Lapago lebih ulet bekerja pertanian dan ingin hidup berbaur dengan Suku-Suku lain lebih khusus puncak Papua sehingga mereka berhasil memasuki di lembah Ilaga dan Beoga yang seharusnya milik Suku Damal yang merupakan hak atas tanah dan wilayahnya. Proses amalgamasi terjadi antara Suku Damal, Nelem dan Dani/Lani sehingga Kabupaten Puncak mendiami beberapa Suku besar menjadi tuan rumah disana. Sebagian Suku Damal dari Ilaga dan Beoga pernah mengungsi akibat perang, berpencar mungkin karena musim kelaparan, dan ingin berburu kuskus sebelumnya sehingga mereka pergi menetap bagian selatan, seperti kampung Alama-Bela, Jila, Singa Hoyaa, Banti, dan kampung Arwanob yang berbatasan dengan Suku Migani Selatan. 

#Kabupaten Mimika dan Tanah Adatnya. 

Suku Amugme Selatan
Kabupaten Mimika dapat dimekarkan dari Kabupaten Fakfak dari Wilayah Bomberay. Akan tetapi Kabupaten Mimika memiliki beberapa suku asli seperti Suku Kamoro, Sempan, dan Amugme/Damal bagian gunung. Orang Amugme/Damal bagian selatan tidak ingin dipanggil Damal justru lebih senang dipanggil Suku Amugme, pada hal penggunaan bahasa dialegnya sama. Jadi Suku Damal/Amugme memiliki dua Kabupaten yakni Mimika bagian gunung dan Puncak Papua sesuai tanah adat mereka dari Wilayah Me-Pago. Mimika bagian dataran rendah hak ulayatnya Suku Kamoro dan Sempan yang merupakan tipe dan kesamaan budayanya dengan Suku Kaimana dan Fakfak dari Wilayah Bomberay itu. 

#Intan Jaya dan Tanah Adatnya. 

Intan Jaya merupakan kumpulan dari beberapa distrik dan kampung yang terdapat di daerah Suku Migani dan Wolani. Kedua Suku itu menjadi penghuni/pribumi dari para leluhur mereka mulai dari Hitadipa sampai Wandai, Duma-Dama sampai Biandoga (Bugalaga).
Suku Migani
Kedua Suku ini memiliki banyak sumber daya alam dan keunggulan tersendiri sepert jago membuat garam batu sehingga terjadi amalgamasi atau kawin campur dengan Suku-Suku lain seperti Dani/Lani, Nduga, Mee, dan lain-lain. Suku Dani/Lani asal Timur mencari garam batu, Kulibia dan menetap dengan adanya hubungan kawin campur seperti  kampung di Sugapa, Hitadipa dan Ugimba. Selain Suku Dani/Lani, Suku Nduga masuk ke tanah Migani seperti di Hitadipa, Beoga Puncak, dan Hagisika. Mereka Suku Nduga masuk ke tanah Migani karena dampak konflik yang pernah terjadi di tanah Ndugama kini Kabupaten Nduga dari Wilayah Lapago itu. Suku Migani dan Wolani menjadi minoritas di Intan Jaya, terlebih khusus di Sugapa, Hitadipa, dan beberapa kecamatan lainnya. Suku Migani banyak terlihat di Homeyo, Duma Dama, Bibida, Wandai. Dan Suku Wolani lebih banyak di Distrik Biandoga dan bagian muara.

#Kabupaten Nabire dan Tanah Adatnya. 

Setelah dibuka  Nabire menjadi akses utama wilayah pengunungan menjadi daerah sentral. Nabire tempat penampungan bagi semua Suku-Suku pengunungan dan pesisir pantai. Meskipun Suku Asli yang mempunyai tanah adat juga masih dihuni seperti bagian pesisir Suku Wate yang terdiri dari beberapa marga sebagai berikut, Waray, Nomei, Raiky, Tawamoni, dan Waii. Mereka mempunyai tanah adat Nabire pesisir pantai bagian dataran rendah, selain Suku Mor Mambor dan Napan Wainami. Secara wilayah adat Nabire Pantai masuk ke bagian wilayah Sairery karena tipe dan kesamaan budaya mereka identik dengan gaya hidup orang Serui, Biak, Waropen dan Wondama itu. Kemudian Nabire bagian gunung tanah adatnya dimiliki Suku MEE seperti dijelaskan sebelumnya, Distrik Uwapa Topo, Siriwo, Menou, Dipa dan Yaro bagian gunung ditempati Suku Mee dari para leluhur mereka.

#Diperlukan Pengakuan Tanah Adat. 

Jika kita memasuki daerah baru, atau lahan baru perlu ada koordinasi dan komunikasi diantara sesama penghuni. Setidaknya menghubungi penghuni yang dianggap kepala kampung/dusun. Sebab semua tanah adat dibagikan secara warisan nenek moyang kita sesuai pembagian Suku dan Wilayah adat kita. Kita ingin memiliki lahan tanah beberapa hektar sekalipun, wajib bertanya orang yang dianggap pribumi diperlukan tanpa dimiliki secara liar. Misalnya, suku-Suku lain, selain Suku Amugme dan Komoro yang punya hak ulayat tanah amungsa dan bumi komoro di Kabupaten Mimik terlebih dahulu kita memastikan tanah adatnya agar proses kepemilikan tanah diakui oleh penghuni/pribumi. Ijin milik tanah dan bangunan dapat diperlukan jikalau kita tinggal bukan wilayah tanah adatnya kita. Jadi suku-suku Mee-Pago Asli adalah Suku Mee/Ekari, Migani/Moni, Damal/Amugme, Nelem dan Wolani. Kemudian Suku Lani/Dani dan Nduga adalah suku-suku pendatang dari Lapago yang telah bergabung bersama Wilayah Mee-Pago. 

#Konflik Akibat Pemekaran

Kepada semua orang papua lebih khusus suku-Suku diwilayah pegunungan tengah papua wajib menghindari konflik antara sesama demi menjaga hubungan persaudaraan itu. Entah orang Dani/lani, Damal/Amugme, Nduga, Wolani, Migani, Wolani, dan Mee semua kita orang asli papua tidak seharusnya menimbulkan konflik hingga jatuhannya korban jiwa. Tanpa hidup bergandengan tangan, tanah dan kekayaan kita dirampok dan dijarah migran termasuk investor asing. Tanah kita yang penuh dengan kekayaan alam akan dimiliki bangsa migran yang menjajah orang papua terkini. Oleh karena itu, hentikan perang antara sesama orang asli papua dari keberadaan tanah adatnya kita saat ini. Jangan mudah terpovokasi kedalam pihak tertentu yang tujuan utamanya menghancurkan persatuan kita. Budayakan kita hidup dengan sopan santun dari tanah adat masing-masing kita demi keselamatan bersama. 

#Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpupan
Dengan adanya Paniai Besar yang dimekarkan menjadi berbagai Kabupaten/Kota di Wilayah Pegunungan bagian barat membutuhkan hidup mereka lebih rukun dan damai, mulai dari kota-kota besar yang menjadi tempat penampungan berbagai etnis dan suku. Dan hentikan sumber-sumber penyakit sosial diantara sesama agar kelangsungan hidup sesama bangsa diselamatkan. 

2. Saran
Semua orang ingin hidup damai dan rukun tanpa ada tindakan yang merugikan semangat hidup sesama orang Papua, terlebih khusus semua masyarakat dari berbagai daerah wilayah Pegunungan Tengah bagian barat itu. Asalkan sebelum menempati daerah perkotaan wajib memiliki idenitas diri kita. Dan memastikan tempat keberadaan kita, apakah ada penghuni sebelumnya atau tidaknya menjadi pemilik tanah adat begitu. Tindakan pengakuan dapat dilakukan sesama dan dapat dijunjung tinggi Nilai-nilai  budaya bangsa. 

Disposkan: Aweida Papua
Share this article :

.

.

HOLY SPIRITS

JESUS IS MY WAY ALONG TIME

JESUS IS MY WAY ALONG TIME

TRANSLATE

VISITORS

Flag Counter

MELANESIA IS FASIFIC

MELANESIA IS FASIFIC

MUSIC

FREEDOM FIGHTERS IN THE WORLD

FREEDOM FIGHTERS IN THE WORLD
 
Support : AWEIDA Website | AWEIDANEWS | GEEBADO
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2015. Aweida Papua - All Rights Reserved
Template Design by AWEIDA Website Published by ADMIN AWEIDA