AWEIDA-News, Pelayanan yang sering disebut, melayani adalah sebuah ungkapan yang tidak semudah diterapkan dalam kehidupan sosial, maupun pada setiap individu yang rela menyumbangkan kontribusi terhadap sesama manusia, sesama etnis, dan sesama suku yang ada didaerah itu. Pelayanan kita baik, maka kita dapat dihormati dan disanjung oleh rakyat yang ada disekitar kita, bila kita pun melayani dengan setulus hati terhadap mereka yang masih membutuhkan pelayanan dan peratian yang serius.
Saat ini, pelayanan terhadap sesama masih dikatakan penuh kemunafikan dan penuh kebodohan yang tak bermoral pada kehidupan sosial, terutama bagi mereka yang memegang kekuasaan bersama kalangan mahasiswa tertentu yang mencari kepentingan internal antara pemegang kekuasaan dan pengurus yang bermuka rakus uang (money greeady).
Pemerintah daerah adalah bentuk pemerintahan yang resmi untuk menjalankan roda pemerintahan dengan mendapatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dapat disalurkan dana triliuan untuk melayani dan memperdayakan terhadap generasi penerus yang ada disetiap kota studi. Kemudian dengan adanya, nama kabupaten itu dapat diberi peratian bagi rakyat-Nya, terlebih khusus bagi generasi penerus yang menjadi tolak ukur sumber daya manusia dari asal daerah itu. Karena itulah sebagai salah satu pemenuhan sumber daya manusia yang bisa memerangi kondisi era globalisasi. Kemudian Pemerintah Daerah juga harus berpeka terhadap setiap aspirasi dari wadah sosial yang ada dari masing-masing kota studi.
Proses penyaluran bantuan danah sosial dibidang pendidikan pun dapat dipertanggung jawabkan terhadap generasi penerus yang ada, tetapi realitanya, justru menyelewengkan wewenang yang dimandatkan oleh mereka yang hanya memanfaatkan kepentingan egoisme. Menurut budaya dari suku itu, jika anak-anak ingin melihat kepada orangtua mereka, pasti bertatap muka sambil mendengarkan keluhan dari anak-anak-Nya yang masih berada dalam kondisi pendidikan. Dan yang mengutus maupun memegang wewenang dapat dibenahi atas pelayanan-Nya, karena pelayanannya sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang terdapat didaerah itu. Yang dipercayakan adalah mereka yang hanya sekedar mencari nafka sesaat, tanpa mengetahui kultur sesunggu-Nya yang diterapkan pada suku itu sendiri.
Saat ini, pelayanan terhadap sesama masih dikatakan penuh kemunafikan dan penuh kebodohan yang tak bermoral pada kehidupan sosial, terutama bagi mereka yang memegang kekuasaan bersama kalangan mahasiswa tertentu yang mencari kepentingan internal antara pemegang kekuasaan dan pengurus yang bermuka rakus uang (money greeady).
Pemerintah daerah adalah bentuk pemerintahan yang resmi untuk menjalankan roda pemerintahan dengan mendapatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dapat disalurkan dana triliuan untuk melayani dan memperdayakan terhadap generasi penerus yang ada disetiap kota studi. Kemudian dengan adanya, nama kabupaten itu dapat diberi peratian bagi rakyat-Nya, terlebih khusus bagi generasi penerus yang menjadi tolak ukur sumber daya manusia dari asal daerah itu. Karena itulah sebagai salah satu pemenuhan sumber daya manusia yang bisa memerangi kondisi era globalisasi. Kemudian Pemerintah Daerah juga harus berpeka terhadap setiap aspirasi dari wadah sosial yang ada dari masing-masing kota studi.
Proses penyaluran bantuan danah sosial dibidang pendidikan pun dapat dipertanggung jawabkan terhadap generasi penerus yang ada, tetapi realitanya, justru menyelewengkan wewenang yang dimandatkan oleh mereka yang hanya memanfaatkan kepentingan egoisme. Menurut budaya dari suku itu, jika anak-anak ingin melihat kepada orangtua mereka, pasti bertatap muka sambil mendengarkan keluhan dari anak-anak-Nya yang masih berada dalam kondisi pendidikan. Dan yang mengutus maupun memegang wewenang dapat dibenahi atas pelayanan-Nya, karena pelayanannya sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang terdapat didaerah itu. Yang dipercayakan adalah mereka yang hanya sekedar mencari nafka sesaat, tanpa mengetahui kultur sesunggu-Nya yang diterapkan pada suku itu sendiri.
Dalam hal ini, untuk mendapatkan uang akhir studi saja, dikelabuhi dan dibawa kabur oleh mereka yang tak menyadari identitas sesunggunya sebagai orang Mee yang bermartabat. Dalam kehidupan selama ini, kita sendiri yang sering menyebut diri kita dengan identitas manusianya yang berbudaya, bermoral dan selalu berinteraksi sesama. Namun, sejauh ini, saya mengamati ada hal-hal tertentu yang membuat diri kita tidak saling percaya, sehingga relasinya dalam kehidupan sosial tak tersolid pada suku itu sendiri. Kita diharapkan untunk memahami kehidupan para leluhur yang mempunyai rasa ibah terhadap sesama bagi mereka yang dibutuhkan pelayanan. Sewajarnya bertindak dan berfikir yang logis demi kepentingan bersama sebagai sesama anak negeri, daerah itu.
Hidup manusia hanya mengelabuhi dan memanfaatkan kepentingan individualisme antara Pemerintah Daerah bersama Mahasiswa tertentu yang tidak memiliki jiwa sosialis masih terjadi diberbagai kota studi. Tidak sepantasnya, melayani wenang-wenang kepada rakyatnya yang masih membutuhkan pertolongan. Tetapi justru melayani terhadap generasi penerus dengan kepentingan tertentu. Pada hal, untuk mendapatkan hak kita masih ada dalam porsi yang lain. Tetapi masih mengelabuhi hak para generasi penerus dari setiap kota studi tak pernah kunjung berenti selam lima tahun di negeri ini.
Hidup manusia hanya mengelabuhi dan memanfaatkan kepentingan individualisme antara Pemerintah Daerah bersama Mahasiswa tertentu yang tidak memiliki jiwa sosialis masih terjadi diberbagai kota studi. Tidak sepantasnya, melayani wenang-wenang kepada rakyatnya yang masih membutuhkan pertolongan. Tetapi justru melayani terhadap generasi penerus dengan kepentingan tertentu. Pada hal, untuk mendapatkan hak kita masih ada dalam porsi yang lain. Tetapi masih mengelabuhi hak para generasi penerus dari setiap kota studi tak pernah kunjung berenti selam lima tahun di negeri ini.
Mungkin kami juga merasa diri bagian dari anak negeri di daerah itu, tetapi melihatnya latar belakang selama ini, sebagai anak buangan yang tak dipedulikan terhadap mereka yang menduduki kekuasaa tertinggi. Mungkinkah, pelayanan yang belum bisa menteladani terhadap generasi penerus sebagi pengalaman hidup selama ini? Sebagai seruan perasaan, lebih baiknya diasingkan dari sesama suku, sesama seperjungan dan senasib dari daerah itu, karena hidup manusia itu justru ditipu, dipermainkan dan dirampok atas kepentingan manusia-manusia yang tidak mempunyai akal sehat.
Semoga, hal apa pun dalam kehidupan sosial maupun dari diri kita sendiri harus diterima sebagai seorang diri yang mempunyai peran netralitas yang dapat memaafkan terhadap mereka yang melakukan tindakan pengelabuahan dan pengilasan hak atas generasi penerus. Dan memosisikan diri sebagai sosok yang dapat dialami dalam kehidupan dengan tantangan, kesulilitas sebagai bagian dari proses perjungan akhir. Karena kondisi kekecewaan ini, kita boleh menerima hal apa pun dengan senyum yang tulus tanpa bersuara dari mulut kepada mereka yang berkuasa dan punya segala-galanya. Karena apapun yang dirasakan dan dialami oleh seseorang itu tentu ada hikmat dan berkah yang melimpa sesuai perbutan dan tindakan pada suatu kelak. (AWEIDA)
Disposkan: AWEIDA-News