AWEIDA-News, Dalam
kehidupan sosial, kita sering mengatakan kepada pemimpin bahwa, para pejabat
wilayah & daerah adalah pelindung atau pengayom rakyat-Nya sendiri. Dan ada
juga yang mengatakan para pemempin adalah wakil Allah. Namun realitanya, justru
menjadi penghianat dan penindas terhadap rakyat-Nya sendiri. Pada hal
rakyat mereka berkeinginan besar memisahkan diri dari penjajahan saat ini.
Kemudian
mereka yang disebut para pemimpin adalah pengambilan berbagai kebijakan untuk menegahkan
keadilan demi kebenaran sesuai dengan tugas dan tanggungjawan sebagai kewajiban
pemimpin terhadap rakyatnya. Dan berani mangambil resiko yang mempunyai
tanggungjawab sosial yang tinggi, adalah peran pemimpin sebagai wakil rakyat.
Namun bangsa melanesia, rakyat papua masih mengalami trauma dan diistigmakan sehingga masyarakat papua hidup dalam penderitaan, pemerkosaan, penganiayaan, pembantaian, dan perampokan
kekayaan alam sepanjang perjuangan ini. Dari tahun ke tahun orang papua menjadi
binatang buruan atas kepentingan kapitalisme, egoisme dan kolonialisme. Kurangnya
perlindungan pemerintah terhadap rakyat-Nya, sehingga sering terjadi berbagai
konflik yang merengut nyawa manusia papua di Bumi Cendrawasih terus terjadi.
Para
pemimpin itu memerintah suatu wilayah ataupun daerah dengan gaya kepemimpinan
otoriter dengan menghadirikan beribu-ribu pasukan, karena kenabsuan yang
berlebihan untuk menghabiskan mereka yang disebut penghuni/pribumi itu.
Asal-asalan menjadi pemimpin tak akan membuat perubahan yang signifikan,
bila wilayah itu masih dibawa gengaman neokolonialisme. Karena wilayah
papua sebagai bagian dari proses penjajahan, kemungkinan tak satu pun pemimpin
papua yang bisa membuat perubahan dengan kebijakan kolonial dalam justru
menginvasi terhadap mereka yang disebut penghuni. Dan diprediksikan masih akan terus
terjadi kegagalan dengan berbagai program yang dikucurkan oleh pemerintah pusat
melalui mekanisme desentralisasi itu. Karena segala kebijakan sudah almarhum
atau gagal total, sehingga saatnya untuk pengakuan dan pengesahan negara papua
barat melalui mekanisme referendum sebagai solusi akhir.
Walaupun
dengan pemimpin pemerintah pusat bersama pemimpin papua yang disebut para penghianat,
provokator dan penindas sering bersilaturahmi di istana kepresidenan di
Batavia. Namun, itu tidak berpengaruh terhadap persoalan ideologi kemerdekaan. Ada apa konsultasi diatas konsultasi? karena adanya program yang sudah
gagal total itu, berusaha membenahinya. Diprediksikan akan melahirkan
berbagai produk pemusnahan etnis dengan terjadinya depopulasi bagi rakyat yang
disebut penghuni itu, menurut pandangan seluruh rakyat papua barat. Untuk
itulah, kami bukan bangsa yang diperbudak dan dijajah terus -menerus diatas
negeri cendrawasih papua. Kami hanya menuntut pengakuan negara dari pengalaman kejahatan dan
kekerasan yang kami alami selama ini.
Mereka
yang selalu menegahkan keadilan demi kemanusian, tentu ada imbalan yang
berharga, tetapi mereka yang sering disebut Penindas dan penghianat akan
direngut nyawa mereka sendiri pada kemudian hari. Dan sementara kita hidup di dunia
ini, kita boleh melakukan tindakan militerisasi, kriminalisasi dan
kolonialisasi secara sewenang-wenang terhadap mereka yang disebut penghuni atau
pribumi. Namun suatu saat kita tidak akan hidup bersamaan dengan kaum
imprealisme, kapitalisme dan kolonialisme. Karena sejauh ini, tanah papua belum
bisa dikatakan ada pemimpin yang akan membuat perubahan untuk menentuakn nasib
sendiri. Untuk itulah, kami berani mengatakan kepada pemimpin yang ada ditanah
papua semuanya adalah pengeras darah manusia dan otak dibalik kepentingan otsus.
Para
pemimpin papua seharusnya, menyampaikan meminta
maaf sebesar-besarnya dengan kegagalan otsus selama ini, kepada penguasa
kolonial atau pemerintahan pusat. Meminta maaf bukan sesuatu yang diberatkan bagi sesama mansuia. Sampaikan saja dengan kami sudah berusaha semaksimal mungkin, melalui otsus plus, tetapi
masih belum ada perubahan yang signiafikan menjadi pengakuan sesama manusia
diantara penguasa pusat dengan penguasa wilayah dan daerah di negeri ini.
Kami datang kembalikan otsus plus dengan maksud menentukan nasib sendiri melalui referendum itu sebagai hal yang sewajarnya mengekspresikan kepada pemerintah pusat. Namun para pemimpin provokator,
penghianat dan penindas itu justru semua-nya bertakluk kepada kaki tangan
kekuasaan pemimpin mereka dinegara ini. Tak satu pun yang bisa mengatakan saya
adalah saya, kamu adalah kamu, tetapi semuanya terkena virus yang tak dapat diobati
sepanjang hidup mereka. Kita tidak bisa menghidupi kehidupan keluarga dengan
hasil dari darah manusia selama perjungan panjang ini. Karena sesuatu yang
terkena virus hanya saling memusnahakan dan dimusnahkan sesama etnis.
Bila
moment yang tepat untuk kami orang papua juga merdeka sendiri, maka kami akan
menyampaikan, ucapan selamant jalan buat sahabat provokator, informen, penghianat,
penindas dan kaum penjajah Indonesia sendiri. Karena kami bangsa papua menuntut
seadil-adilnya, sewajar-wajarnya atas persoalan ideologi perjungan yang belum
terselesaikan selama ini. Kapankah penderitaan ini dapat akhiri, jika sesama etnis
pun saling menghianati dan dihianati dalam masa penantian ini. Biarlah
perjuangan ini menjadi perjuangan yang masih abadi bersama kaum imprealisme,
kapitalisme dan para kolonialisme sampai kebebasan jatuh dari langit di atas Bumi
Cenrawasih. (AWEIDA)
Disposkan: AWEIDA-News
Disposkan: AWEIDA-News